RINGKASAN
Judul Buku : A taxonomy for learning, teaching and
assessing – a revision of bloom’s
taxonomy of educational
Penulis : Lorin W. Anderson &
David R .Krathwohl
Foto diambil di Kebun FT dekat Masjid
DIMAS PANDHU NARASANDI
PTB / 5101413030
nuanza-ok.blogspot.com
BAB I
Pendahuluan
Kita manusia mempunyai tujuan-tujuan hidup, dan tujuan-tujuan hidup ini membantu kita memfokuskan perhatian dan tindakan kita. Dalam bidang pendidikan, tujuan-tujuan yang dirumuskan mengindikasikan apa yang kita ingin para siswa mempelajarinya. Tujuan-tujuan pendidikan adalah “rumusan eksplisit tentang tata cara untuk mengubah siswa melalui proses pendidikan” (Handbook, 1956: 26) .
Lingkungan, aktivitas, dan pengalaman belajar seharusnya sejalan dan sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Apa pun yang dimaksud dengan tujuan dan apa pun yang namanya, tujuan-tujuan ini hadir dalam semua aktivitas pengajaran.
Singkatnya, ketika mengajar, kita ingin siswa-siswi kita belajar. Apa saja yang kita ingin mereka pelajari sebagai hasil pengajaran kita itulah yang dimaksud dengan tujuan.
KEBUTUHAN AKAN TAKSONOMI PENDIDIKAN
Tujuan, standar kurikulum, dan target belajar, semua ini mengacu pada proses belajar siswa yang telah direncanakan dengan sengaja. Sedangkan kerangka pikir harus berisikan kategori-kategori mengenai sebuah fenomena tunggal (misalnya, mineral, karya fisik). Kategori-kategori ini merupakan kumpulan “kontainer” yang mewadahi objek-objek, pengalaman-pengalaman, dan ide-ide. Ciri-ciri setiap kategori yang telah diklasifikasikan dalam kerangka pikir itu akan membantu guru lebih memahami apa yang ditempatkan dalam kategori-kategori tersebut.
Taksonomi adalah sebuah kerangka pikir khusus. Dalam sebuah taksonomi, kategori-kategorinya merupakan satu kontinum. Koninum ini (misalnya, frekuensi gelombang warna, struktur atom yang mendasari pembuatan tabel unsur) merupakan slah satu prinsip klasifikasi pokok dalam taksonomi tersebut.
Taksonomi Bloom hanya meempunyai satu dimensi, sedangkan taksonomi revisi ini memiliki dua dimensi. Sebagaimana telah disebutkan dalam paragraf sebelumnya, dua dimensi itu adalah proses kognitif dan pengetahuan. Interelasi antara keduanya disebut Tabel Taksonomi. Dimensi proses kognitif (yakni, kolom-kolom pada tabel itu) berisikan enam kategori : Mengingat, Memahami, Mengaplikasikan, Menganalisis, Mengevaluasi, dan mencipta.
Dimensi Pengetahuan (yakni, baris-baris pada tabel itu) berisikan empat kategori : Faktual, Konseptual, Prosedural, dan Metakognitif. Mengetahui makna Pengetahuan Konseptual dan Menganalisis berarti mengetahui banyak hal perihal dua tujuan itu. Sebagaimana menempatkan seekor binatang dalam kerangka filogenesis menjadikan kita lebih mengertibinatang tersebut, menempatkan sebuah tujuan pembelajaran dalam kerngka pikir kita meningkatkan pemahaman kita tentang tujuan itu.
MENINGKATKAN DAN MEMANFAATKAN PEMAHAMAN KITA
Empat pertanyaan terpenting menyangkut masalah – masalah tersebut adalah:
Apa yang perlu dipelajari oleh siswa dari belajar di sekolah dan ruang kelas dalam waktu yang terbatas? (pertanyaan tentang pembelajaran learning)
Bagaimanakah rencana dan pelaksanaan pembelajaran yang dapat menghasilkan level-level belajar yang tinggi bagi banyak siswa ? (pertanyaan tentang pembelajaran instruction)
Bagaimanakah guru memilih atau merancang instrumen-instrumen dan prosedur-prosedur asesmen yang menghasilkan informasi akurat tentang seberapa bagus hasil belajar siswa? (pertanyaan tentang asesmen).
Agaimanakah guru yakin bahwa tujuan, aktivitas pembelajaran, dan asesmennya saling bersesuaian? (pertanyaan tentang kesesuaian semua komponennya).
Tabel Taksonomi, Tujuan, dan Alokasi Waktu Pembelajaran
Apa manfaat belajar (learning) ? Pada dataran filosofis, jawaban atas pertanyaan pertama itu menjelaskan apa yang dimaksud dengan manusia berependidikan. Pada dataran yang lebih praktis, jaawabannya menerangkan makna mata pelajaran yang diajarkan kepada peserta didik.
Perumusan standar-standar nasional pendidikan sekarang ini dimaksudkan setidaknya untuk memberikan sebagian jawaban atas pertanyaan-pertanyaan di atas. Rumusan standar-standar nasional pendidikan bukanlah jawaban yang kuat dan memuaskan.
Selama abad ke-20, makin banyak jawaban yang dikemukakan atas pertanyaan yang mendasar perihal kurikulum itu, seiring dengan pertambahan pengetahuan dan informasi yang tersedia. Akan tetapi, kita terus menyelenggarakan pendidikan dengan jenjang dan masa persekolahan persis seperti seratus tahun yang lalu.
Ringkasnya, kerangka taksonomi pendidikan ini memang tak langsung menjelaskan manfaat belajar kepada guru. Namun, dengan membantu mereka menerjemahkan standar-standar peendidikan ke dalam kalimat-kalimat sehari-hari selaras apa yang ingin mereka capai secara pribadi, dan dengan memaparkan berbagai kemungkinan yang perlu dipikirkn, Tabel Taksonomi ini menyuguhkan sebuah cara pandang untuk mengambil keeputusan perihal kurikulum.
Tabel Taksonomi dan Pembelajaran
Guru, mempunyai dua tujuan pembelajaran, yaitu:
Siswa belajar membedakan sistem pmerintah konfederasi, federasi, dn kesatuan.
Siswa belajar membedakan bilangan rasional dan bilangan irasional.
Dasar dari pengetahuan konseptual adalah kategori dan klasifikasi maka, pembelajaran yang memiliki dua tujuan tersebut harus membantu siswa memasukkan suatu sistem pemerintahan kedalam kategori-kategori dan klasifikasi-klasifikasi yang inheren pada tujuan itu : sistem pemerintahan konfederasi, federasi dan kesatuan, disatu sisi, dan bilangan rasional serta bilangan irasional, di sisi lain. Hasil-hasil riset menunjukkan bahwa pemberian contoh-contoh sistem pemerintahan oleh guru dapat membantu siswa memasukkan sesuatu kedalam kategori dan klasifikasi (Tennyson, 1995).
Kata”membedakan” dalam dua tujuan tersebut merupakan proses kognitif yang bertalian dengan menganalisis. Pada tujuan pertama, strukturnya adalah “sistem pemerintahan”. Bagian-bagian nya adalah konfederasi, federasi, dan kesatuan, dan ketiga bagian ini berbeda dalam banyak hal. Tujuan kedua, strukturnya adalah “sistem bilangan nyata”. Bagian-bagiannya adalah bilangan rasional dan bilangan irasional.
Menganalisis pengetahuan konseptual, guru akan melakukan aktivitas-aktivitas untuk :
Memfokuskan perhatian siswa pada kategori-kategori dan klasifikasi-klasifikasi ;
Memberikan contoh-contoh dan bukan contoh yang membantu siswa memasukkan sesuatu kedalam kategori yang tepat ;
Membantu siswa menemukan kategori-kategori yang tepat dalam sistem klasifikasi yang lebih besar;
Menekankan perbedaan-perbedaan yang relevan dan penting diantara kategori-kategori tersebut dalam sistem klasifikasi yang lebih besar (Tennyson, 1995).
Rencana pembelajaran dengan tujuan-tujuan yang diklasifikasikan sebagai mengingat pengetahuan faktual akan mendorong guru:
Selalu mengingatkan siswa akan detail-detail tertentu yang harus diingat (misalnya, judul novel, bukan alur cerita atau tokohnya );
Mengajarkan strategi-strategi (misalnya, menyebut secara berulang-ulang) dan teknik-teknik (misalnya, cara-cara menghafal) tertentu untuk membantu siswa mengingat pengetahuan yang relevan;
Memberi kesempatan siswa untuk mempraktikkan strategi-strategi dan teknik-teknik tersebut (Pressley dan Van Meter, 1995)
Ada dua poin yang perlu dicatat disini. Pertama, jenis-jenis tujuan pembelajaran berbeda membutuhkan pendekatan-pendekatan pembelajaran yang berbeda pula, yakni aktivitas belajar yang berbeda, materi pelajaran yang berbeda, dan peran-peran guru dan siswa yang berbeda juga. Kedua, jenis-jenis tujuan yang sama, terlepas dari perbedaan pokok bahasan atau mata pelajarannya, memerlukan pendekatan pembelajaran yang sama (Joyce dan Weill, 1996).
Tabel Taksonomi dan Asessmen
Untuk melakukan asessmen terhadap aktivitas siswa dalam mempelajari sistem-sistem pemerintahan dengan tujuan pembelajaran tersebut di atas, guru dapat menggambarkan sebuah sistem pemerintahan suatu negara imajiner kepada setiap siswa dan memintanya menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang sistem pemerintahan.
Apa sistem pemerintahan negara ini (federasi, konfederasi, atau kesatuan) ?
Bagaimana kamu tahu bahwa sistem pemerintahannya demikian ?
Perubahan-perubahan apa yang harus dilakukan untuk mengganti sistem pemerintahan negara tersebut ke dua sistem lainnya ? jika sistem federasi, perubahan-perubahan apa yang mesti dibuat untuk menggantinya jadi sistem konfederasi atau sistem kesatuan?
Untuk melakukan asessmen terhadap kegiatan siswa dalam mempelajari sistem-sistem bilangan dengan tujuan pembelajaran tersebut di awal, guru dapat memberi setiap siswa, katakanlah, enam bilangan rasional dan irasional dan kemudian memintanya menjawab sejumlah pertanyaan.
Tiga contoh pertanyaannya adalah sebagai berikut :
Manakah yang termasuk bilangan rasional dan irasional di antara bilangan bilangan ini?
Bagaimana kamu tahu bahwa bilangan ini termasuk bilangan rasional dan bilangan itu termasuk bilangan irasional ?
Bagaimana caramu mengubah setiap bilangan jadi bilangan lain? Misalnya, bila itu bilangan irasional, ubahlah jadi bilangan rasional, dan bila itu bilangan irasional, ubahlah jadi bilangan irasional.
Syarat yang disebut terakhir ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa yang sedang diakses adalah pemahaman, bukan ingatan. Tiga pertanyaan tadi pada dasarnya sama. Inilah sebuah cetak biru yang dapat digunakan untuk merancang asessmen bagi banyak tujuan pembelajaran yang dikategorikan: menganalisis pengetahuan konseptual.
Contoh tujuan ketiga adalah mempelajari judul-judul karya besar dari para novelis Amerika Serikat dan Inggris. Format ini dapat dipakai untuk mengasess banyak tujuan yang dikelompokkan dalam kategori mengingat pengetahuan faktual.
Kesesuaian ini merupakan tingkat korespondensi antara tujuan, pembelajaran, dan asesmen. Tingkat kesesuaian ini diketahui dengan membandingkan antara tujuan pembelajaran dan pembelajaran, dan antara pembelajaran dan asesmen. Masalahnya jika pembelajaran tidak sesuai dengan asesmen, pembelajaran yang sangat berkualitas tidak akan bermanfaat bagi siswa dalam mengerjakan asesmennya. Demikian juga sebaliknya.
BAB 2
Struktur, Spesifikasi, dan Tujuan Problematika
Model tujuan dalam bidang pendidikan yang paling banyak dipakai didasarkan pada model Ralph Tyler (1949). Tyler berpendapat bahwa “rumusan tujuan yang paling bermanfaat adalah rumusan yang menunjukan jenis perilaku yang akan diajarkan kepada siswa dan isi pembelajarannya yang membuat siswa menunjukan perilaku itu”
Dalam literatur pendidikan, isi pembelajaran kerap kali dibahas, tetapi jarang didefinisikan. Definisi isi (content) dalam beberapa pengertian atau definisi yang paling dekat dengan topik adalah “materi yang dibicarakan dalam sebuah bidang kajian”. Isi adalah subtansi dari suatu materi kajian. Dalam konteks ini, isi pembelajaran adalah pengetahuan semacam itu. Oleh karenanya, kami memakai istilah pengetahuan (bukan isi) untuk menunjukkan bahwa semua disiplin ilmu selalu berubah dan berkembang selaras dengan konsensus-konsensus anyar yang diterima disiplin-disiplin tersebut.
Maka sebagai isi dari disiplin ilmu adalah pengetahuan, sedangkan sebagai “materi pembelajaran yang dibuat paket-paket” adalah materi kurikulum, materi pengajaran, atau cukup dinamakan materi pelajaran”. Istilah pengetahuan yaitu menekankan isi materi kajian sebagai pengetahuan yang dimiliki bersama dalam sebuah disiplin ilmu untuk membedakan anatar isi materi kajian suatu disiplin imu dan materi pelajaran yang berupa isi materi kajian disiplin ilmu tersebut.
Menurut Tyler, hasil pembelajaran yang diharapkan adalah perubahan perilaku. Guru dapat mendeskripsikan perilaku yang harus dimiliki siswa dan perilaku ini hanya dapat diketahui ketika terjadi proses belajar. Mendiskripsikan perilaku siswa dimaksudkan untuk membuat tujuan-tujuan belajar yang umum dan abstrak jadi lebih spesifik dan konkret, sehingga memudahkan guru dalam mengajar dan membelajarkan siswa.
Tujuan global merupakan hasil belajar yang kompleks dan multifaset dan untuk mencapainya, dibutuhkan pembelajaran yang lebih "serius" dan alokasi waktu yang lebih panjang. Rumusan tujuan global ini luas dan meliputi banyak tujuan yang lebih spesifik. Contohnya adalah sebagai berikut :
Semua siswa bersekolah jika mereka sudah siap untuk belajar.
Semua siswa naik kelas IV, VIII, dan XII jika mereka telah menunjukan kompetensi untuk menguasai materi pembelajaran.
Semua siswa belajar untuk menggunakan pikiran mereka dengan baik, sehingga mereka siap menjadi warga negara yang bertanggungjawab, terus belajar dan produktif bekerja untuk meningkatkan perekonomian negara.
Tujuan global berfungsi sebagai visi masa depan dan seruan yang tegas kepada para pembuat kebijakn, pembuat kurikulum, guru an masyarakat luas. Tujuan global ini secara sangat luas mengindikasikan apa yang dianggap penting dalam pendidikan yang lebih baik. Bagi guru tujuan global harus diperinci jadi tujuan-tujuan yang lebih spesifik dan mengerucut dalam rencana dan praktik mengajar.Kemudian ada tujuan instruksional, berfungsi untuk memfokuskan pembelajaran dan ujian pada materi pelajaran yang spesifik dan sempit yang dipelajari siswa pada waktu tertentu. Tujuan global menjadi visi dan sering sekali, dasar untuk mendukung program-program pendidikan. Di ujung lain dari kontinum ini, tujuan instruksional bermanfaat untuk merencanakan pelajaran-pelajaran harian.
Tujuan dirumuskan bukan hanya dalam kurikulum berbasis standar, melainkan juga daam program-program pendidikan pada tingkat provinsi dan kabupaten untuk menentukan, antara lain, apakah siswa ditempatkan pada kelas remidial, disarankan masuk diploma, atau direkomendasikan masuk program S-1 .
Selain itu tujuan-tujuan pendidikan memberi ruang kepada guru-guru untuk menafsirkan dan memilih aspek-aspek dalam tujuan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan kesiapan siswa mereka. Manfaat tujuan pendidikan ini selaras dengan kecenderuangan untuk memberdayakan guru dan memberi kebebasan guru guna mengambi keputusan. Bentuk asesmen ini lebih sesuai dengan tujuan-tujuan pendidikan ketimbang tujuan-tujuan global dan instruksional. Bahwa hal ini menekankan pada rumusan tujuan belajar kognitif yang berorientasi pada siswa, berbasis proses belajar, eksplisit dan dapat diases. Berusahalah membuat sebuah kerangka pikir yang, menurut perkiraan, dapat digunakan dengan banyak meskipun (meski tak semua) cara dan oleh banyak (meski tak semua) pendidik.
Kesulitan memang bagian inheren dari perumusan tujuan dalam sebagian mata pelajaran dan dari upaya untuk membuat kesepakatan tujuan dalam sebagian mata pelajaran lain. Dua alasan inilah yang menyebabkan rumusan tujuan dalam sebagian mata pelajaran memiliki keterbatasan. Akan tetapi, mengingat tujuan itu penting, problematika tujuan ini harus diatasi, bukan dihindari.
Bab 3
Tabel Taksonomi Pendidikan Kategori dimensi pengetahuan
Ada empat jenis pengetahuan, yakni Faktual, Konseptual, Prosedural, dan Metakognitif.
a. Pengetahuan Faktual adalah elemen-elemen dasar yang harus diketahui siswa untuk mempelajari satu disiplin ilmu atau untuk menyelesaikan masalah-masalah dalam disiplin ilmu tersebut
b. Pengetahuan Konseptual adalah hubungan-hubungan antar elemen dalam sebuah struktur besar yang memungkinkan elemen-elemennya berfungsi secara bersama-sama.
c. Pengetahuan Prosedural adalah bagaimana melakukan sesuatu, mempraktikan metode-metode penelitian, dan kriteria-kriteria untuk menggunakan ketrampilan, aloritme, teknik dan metode.
d. Pengetahuan metakoknitif adalah pengetahuan tentang kognisi secara umum dan kesadaran dan pengetahuan tentang kognisi diri sendiri.
Kategori-kategori pada dimensi proses kognitif merupakan pengklasifikasian proses-proses kognitif siswa secara komperhensif yang terdapat dalam tujuan-tujuan di bidang pendidikan. Kategori ini merentang dari proses kognitif yang paling banyak dari dijumpai dalam tujuan-tujuan di bidang pendidikan yaitu menganalisis, Mengevaluasi dan Mencipta.
Mengapa orang ingin mengkategorikan tujuan pendidikan? Apa manfaat kerangka pikir kita dalam mengklasifikasikan tujuan pendidikan?
Jawaban pertama adalah kategorisasi dalam kerangka pikir memungkinkan para pendidik mengkaji tujuan-tujuuan pendidikan dari kacamata siswa, jawaban kedua ialah kategorisasi dengan kerangka pikir membantu para pendidik memikirkan berbagai kemungkinan dalam bidang pendidikan, jawaban ketiga kategorisasi dengan kerangka pikir membantu para pendidik melihat hubungan integral antara pengetahuan dan proses kognitif yang inheren dalam tujuan pendidikan, jawaban keempat adalah kategori membantu hidup jadi mudah, jawaban kelima adalah kategorisasi memperlihatkan secara lebih jelas konsistensi atau inkonsistensi antara cara merumuskan tujuan satu unit pelajaran, cara mengajarkannya, dan cara mengakses pembelajaran siswa, jawaban keenam adalah kategorisasi denagn kerangka membantu para pendidik makin memahami banyak sekali istilah yang dipakai dalam bidang pendidikan.
Agar bermanfaat, definisi jenis-jenis pengetahuan, kategori proses, dan proses kognitif mesti benar-benar dipahami dengan jelas. Ada empat definisi pada bab-bab berikutnya: deskripsi verbal, contoh tujuan pendidikan, contoh pertanyaan asesmen, dan contoh aktivitas pembelajaran.
Deskripsi verbal serupa dengan definisi dalam kamus yang bagus “kami telah banyak mendiskusikan bagaimana definisi-definisi(jenis dan subjenis pengetahuan, kategori proses, dan proses kognitif)yang tepat. Definisi-definisi yang dipaparkan dalam buku ini memang masih jauh dari kata ideal.
Contoh tujuan pendidikan merupakan alat kedua untuk menjelaskan kategori dimensi pengetahuan dan dimensi proses kognitif. Contoh tujuan pendidkan ini dinulik sebagaimana adanya;sebagian diambil dari sumber-sumber public semisal Goals 2000 dan national council of teachers of mathematic, karena contoh-contoh tersebut cocok untuk banyak guru pada masa sekarang. Sebagian contoh lainnya dikutip dari buku-buku pelajaran, bukubuku panduan tes, dan sketsa-sketsa yang dibuat oleh para guru.
Contoh pertanyaan asesmen di bab 5 dan asesmen pada sketsa-sketsa merupakan alat berikutnya untuk mnerangkan kategori-kategori dalam kerangka pikir, contoh ini mengilustrasikan cara-cara mengases pengetahuan sekaligus proses kognitif. Sejumlah orang menganggap alat untuk mengases pembelajaran ini sebagai tujuan-tujuan yang sebenarnya, sebab sebagian contoh tes dan asesmen ini seringkali menunjukan apa yang siswa pelajari dan bagaimana mempelajarinya.
Contoh aktivitas pembelajaran yang diilustrasiakn dalam sketsa-sketsa dibelakang menjadi alat keempat untuk memperjelas pemahaman tentang kategori dalam kerangka pkir kita. Sketsa-sketsa ini merupakan contoh pengetahuan dan proses kognitif serta yang lebih penting lagi perpotongan antara engetahuan dan proses kognitif. Sktsa ini sengaja dirancang unutsebagian diambil dari sumber-sumber public semisal Goals 2000 dan national council of teachers of mathematic, karena contoh-contoh tersebut cocok untuk banyak guru pada masa sekarang. Sebagian contoh lainnya dikutip dari buku-buku pelajaran, bukubuku panduan tes, dan sketsa-sketsa yang dibuat oleh para guru.
Contoh pertanyaan asesmen di bab 5 dan asesmen pada sketsa-sketsa merupakan alat berikutnya untuk mnerangkan kategori-kategori dalam kerangka pikir, contoh ini mengilustrasikan cara-cara mengases pengetahuan sekaligus proses kognitif. Sejumlah orang menganggap alat untuk mengases pembelajaran ini sebagai tujuan-tujuan yang sebenarnya, sebab sebagian contoh tes dan asesmen ini seringkali menunjukan apa yang siswa pelajari dan bagaimana mempelajarinya.
Contoh aktivitas pembelajaran yang diilustrasiakn dalam sketsa-sketsa dibelakang menjadi alat keempat untuk memperjelas pemahaman tentang kategori dalam kerangka pkir kita. Sketsa-sketsa ini merupakan contoh pengetahuan dan proses kognitif serta yang lebih penting lagi perpotongan antara engetahuan dan proses kognitif. Sktsa ini sengaja dirancang untuk memudahkan pengunaan table taksonomi bagi para guru.
BAB 6
Penggunaan Tabel Taksonomi Pendidikan
Ada tiga cara untuk membantu guru menggunakan tebel taksonomi.
Pertama table taksonomi dapat membantu guru-guru memahami tujuan-tujuan pembelajaran mereka (tujuan yang meraka buat sendiri dan tujuan yang telah disediakan oleh pihak lain).
Kedua , dengan pemahaman yang lebih utuh perihal tujuan-tujuan pembelajaran mereka, guru-guru dapat menggunakan table taksonomi untuk membuat keputusan-keputusan yang lebih bagus mengenai bagaimana mengajar dan mengases siswa dalam kerangka tujuan pembelajaran.
Ketiga, table taksonomi dapat membantu mereka menentukan seberapa sesuai antara tujuan, asesmen, dan pembelajarannya dengan cara yang tepat.
Table Taksonomi untuk menganalisis tujuan pembelajaran. Sebagai contoh, pada bab 8 yaitu sketsa pembelajaran Macbeth, dengan menganalisis dan membuat kesimpulan-kesimpulan sementara tentang tindakan-tindakan tertentu yang dilakuakan Ms.Nagengast. seandainya Ms.Nagengast telah melakukan analisis sendiri,vinyetnya pasti berbeda dan jauh lebih sederhana. Kami pun seharusnya tak perlu terlalu menggurui tentang peihal keangka pikir table taksonomi. Kesimpulan sementaranya memperlihatan perbedaan-perbedaan diantara kategori dan menunjukan bagaimana penggunaan kategori-kategori tersebut.
Tabel taksonomi untuk menganalisis tujuan pembelajaran guru lain
Apabila orang mengunakan keranga pikir ini untuk menganalisis pengajaran orang lain, orang yang disebut pertama itu akan menjumpai masalah-masalah yang kompleks seperti yang dihadapai dalam menganalisis sketsa-sketsa. Guru barangkali diminta untuk menganalisis unit-unit kurikulum guru lain atau mengamati proses pengajaran rekannya dikelas. Untuk menganalisis tujuan pembelajaran orang lain, guru harus mengetahui maksud mereka, dan ini sulit dilakukan jika rumusan-rumusan tujuan mereka tidak mengandung kata-kata atau frasa-frasa kunci.
Pertanyaan tentang kesesuaian antara rumusan tujuan, aktivitas pembelajaran, dan asesmennya.
Apabila pengasumsian klasifikasinya tepat berdasarkan tiga sumber (rumusan tujuan, aktivitas pembelajaran, asesmennya). Menjadi bukti kesesuaian sekaligus ketidaksesuaiannya. Sebagai contoh, kotak c3 (mengaplikasikan pengetahuan procedural) mencakup aktivitas pembelajaran dan poin asesmennya. Jika tujuan klasifikasinya dengan tepat, sejalan dengan pembicaraan, kesesuaiannyapun menungkat. Tingkat kesesuaian yang sama terihat pada kotak-kotak b2 dan b4, yang juga berisi aktivitas pembelajaran dan poin asesmen.
Masalah-masalah dalam pengklasifikasikan tujuan pembelajaran
Oleh karena pengklasifikasian tujuan pembelajaran, yang dirumuskan, implisit dalam aktivitas-aktivitas pembelajaran, atau disimpulkan berdasarkan asesmennya, mensyaratkan penarikan kesimpulan, banyak contoh pengklasifikasian yang tidak mudah dilakukan. Masalah-maslah ini adalah seebagai berikut :
Apakah tingkat spesifikasinya dapat diklasifikasikan dengan tepat dalam tebel taksonomi?
Tepatkah asumsi-asumsi saya tentang pembelajaran siswa sebelumnya?
Apakah rumusan tujuannya mendeskripsikan hasil belajar ayang diinginkan, bukan aktivitas atau perilaku yang merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan?
Masalah tingkat spesifikasi
Taksonomi pendidikan ini dirancang dengan sebaik-baiknya sebagai keranka pikir untuk merncanakan pembelajaran dan asesmen pada tingkat mata pelajaran. Namun, sebagaimana kai tunjukan dalam analisa sketsa pembelajaran, table taksonomi ini juga membawa implikasi pada aktivitas pembelajaran dan tugas asesmen dalam pelajaran harian.
Cara untuk menguji spesifikasi suatu tujuan adalah menanyakan apakah setelah membaca rumusan tujuanya, memvisualisasikan performa siswa yang telah mencapai tujuan tersebut.
Masalah pembelajaran sebelumnya
Sebuah tujuan bisa termasuk kedalam beberapa proses kognitif sesuai dengan tingkat-tingkat kelas siswa. Tujuan yang di pandang kompleks dikelas bahwa bisa menjadi tujuan yang kurangkompleks di kelas atas.
Untuk mengklasifikasikan tujuan dengan tepat, guru mesti mempunyai pengetahuan atau membuat asumsi perihal pembelajaran siswa sebelumnya. Seperti merupakan masalah yang paling lazim dan paling sulit diselesaiakan dalam mengklasifikasikan tujuan tanpa mengacu pada kelompok.
Membedakan tujuan dari aktivitas
Dalam menggunakan table taksonomi, kita kadang mudah terpeleset untuk mengklasifikasikan aktivitas belajar ketimbang hasil-hasil belajar yang diharapkan. Untuk mencoba mengklasifikasiakan tujuan, kita dapat memungut sebuah kata kerja misalnya “megestimasi” dan meletakannya dalam table taksonomi. Awalnya mungkin kita sulit meletakannya. Namun, ketika kita memasangkannya dengan pengetahuan sehingga kata kerja itu menjadi sebuah tujuan pembelajaran, pengklasifikasinya jauh lebih mudah.
Tips untuk mengklasifikasikan tujuan pembelajaran.
Melihat masalah-masalah diatas dan berdasarkan pengalaman semua, kami menawarkan emapat tips untuk meningkatkan ketepatan dalam mengklasifikasikan tujuan pembelajaran.
1. menelaah kata kerja dan kata benda.
2. menghubungkan jenis pengetahuan dengan proses kognitif.
3. memastikan bahwa kata benda atau frase benda anda tepat.
4. memanfaatkan banyak sumber informasi.
-Menelaah kata kerja dan kata benda
Tujuan menginginkan siswa belajar mengidentifikasi contoh-contoh gaya sastra dalam novel. Mencari contoh adalah mencontohkan, yang termasuk dalam kategori proses kognitif memahami. Kesimpulan ini sejalan dengan fakta bahwa gaya sastara adalah konsep. Maka, tujuan tersebut lebih tepat diklasifikasikan sebagai memahami pengetahuan konseptual.
-Menghubungkan jjenis pengetahuan dan proses kognitif
Dalam tujuan-tujuan yang melibatkan proses-proses kognitf meningat, memahami, dan mengaplikasiikan, jamaknya terdapat hubungan langsung antara kategori proses dan jenis pengetahuan. Misalanya, kita ingin siswa mengingat kembali fakta-fakta, menafsirkan prinsip-prinsip, dan mengeksekusi rumus-rumus matematika.
-Memastikan bahwa kata benda atau frase benda tepat
Selama mengolah beragam draf table taksonomi, kami menjumpai rumusan tujuan yang kata bendanya tidak membantu kami mementukan jenis pengetahuan yang tepat. Pada umumnya, kata-kata kerja dalam rumusan-rumusan tujuan tersebut menunjuakan kategori-kategori proses kognitif yang komples yakni menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta
-Memanfaatkan banyak sumber informasi
Manakala mulai menganalisis sketa, kami tahu bahwa pemahaman kami tentang tujuan pembelajarannya meningkat dengan mempelajari banyak sumber: rumusan tujuan, aktivitas pembelajaran, tugas asesmen dan kriteria evaluasinya. Penting terutama dalam rumusan-rumusan tujuan kurang jelas atau terlalu global. Manfaat banyak sumber informasi ini akan tamapak dalam sketsa di belakang
BAB 14
Mengurai Masalah Pelik Dalam Pembelajaran Di Kelas
Dalam sketsa pembelajaran undang-undang (Bab 11), gurunya menggabungkan pengajaran menulis persuasi kedalam unit pelajaran tentang dampak pajak-pajak Raja George pada penduduk Amerika yang terjajah pada 1760-an dan 1770-an. Untuk menguasai Pengetahuan Konseptual dan pengetahuan prosedural yang mesti ada dalam tulisan persuasif, dalam menulis tajuk rencana, siswa Menganalisis, Mengevaluasi, dan Mencipta berdasarkan materi unit pelajaran itu. Dengan perkataan lain aktivitas-aktivtas Menganalisis, Mengevaluasi, dan Mencipta dimaksudkan agar siswa lebih Memahami. Signifikansi penggunaan kategori-kategori proses kognitif yang kompleks. Jikalau Mengingat, memahami dan Mengaplikasikan acap kali bertalian dengan jenis-jenis pengetahuan yang spesifik, Menganalisis, Mengevaluasi, dan Mencipta cenderung menjadi kategori-kategori proses kognitif yang lebih umum.
Penggunaan proses-proses kognitif yang kompleks dalam aktivitas belajar bukanlah ide baru. Alasan ini pun berlaku untuk Menganalisis dan Mencipta. Selain itu, karena keluasan aplikabilitas proses-proses kognitif yang kompleks, proses-proses kognitif ini menjadi kunci untuk mentransfer pembelajaran dan penyelesaian masalah. Salah satu cara untuk secara langsung mengajarkan kategori-kategori proses kognitif yang kompleks adalah menggunakan proses-proses kognitif ini dengan Pengetahuan Metakognitif siswa. Sebagai mana telah kami sebutkan dalam bab 4, Pengetahuan Metakognitif lebih strategis ketimbang jenis-jenis pengetahuan lainnya. Inti dari Pengetahuan Metakognitif adalah strategi analissi, strategi evaluasi dan strategi mencipta. Awalnya, strategi-strategi ini boleh jadi perlu di suntikkan dari luar, yakni diajarkan secara langsung oleh guru.
Tabel Taksonomi memungkinkan kami memasukkan kategori-kategori proses kognitif yang kompleks dalam pembelajaran di kelas. Lagi pula, Tabel Taksonomi menunjukkan pentingnya mengkaji proses-proses kognitif yang kompleks dalam konteks pengetahuan. Meskipun kami membahas proses-proses kognitif tanpa mengacu pada jenis pengetahuannya, dalam kerangka pikir kami, proses-proses kognitif yang kompleks tidak pernah diajarkan sebagai tujuan itu sendiri. Oleh karena semua kotak Tabel Taksonomi menawarkan berbagai jawaban atas pertanyaan yang paling mendasar dalam penyusunan kurikulum, yakni "Apa manfaat pembelajaran?
Pengetahuan dibagi menjadi empat jenis yaitu pengetahuan faktual, pengetahuan prosedural, pengetahuan konseptual dan pengetahuan metakognitif. Pengetahuan Faktual biasanya diajarkan dengan mengulang-ulang. sebaliknya, sebagian subjenis Pengetahuan Konseptual sebaiknya diajarkan dengan membuat contoh-contoh termasuk dalam kategori Pengetahuan Konseptual dan yang bukan. Mengajarkan Pengetahuan Prosedural kerap kali lebih efektif jika siswa diberi atau diminta membuat diagram dan semacamnya. Pengetahuan Metakognitif acap kali diajarkan dengan menekankan aktivitas untuk mengatur diri sendiri, dan Pengetahuan Metakognitif berkembang dalam waktu yang lama, biasanya lebih dari satu semester. Mengubah metode pengajaran untuk satu jenis pengetahuan ke metode pengajaran lain untuk jenis pengetahuan lain akan membantu siswa mengembangkan proses-proses kognitif yang kompleks.
Setiap kali, Pengetahuan Faktual diingat, Pengetahuan Konseptual dipahami, dan Pengetahuan Prosedural diaplikasikan. Sehingga guru-guru yang membuat rencana pembelajaran dengan tiga jenis pengetahuan. Sekarang kita membicarakan tabel taksonomi. Tabel Taksonomi merupakan kerangka pikir yang bermanfaat untuk menganalisis unit pelajaran atau mata pelajaran yang sedang diajarkan atau menyusun rencana unit pelajaran atau mata pelajaran yang akan diajarkan. Pada manfaat pertama, analisis memungkinkan guru menentukan mana jenis tujuan yang ditekankan, mana tujuan yang sekadar "disinggung", dan mana tujuan yang dihilangkan. Pada manfaat kedua, Tabel Taksonomi memudahkan guru untuk menyusun unit pelajaran atau mata pelajaran sesuai dengan filosofi guru, kelompok guru atau komunikasi yang lebih besar.
Aktivitas-aktivitas pembelajaran mempunyai selain tujuan-tujuan kognitif, juga tujuan-tujuan efektif dan/atau psikomotor. Kita dapat mengkaji mengapa sebagian guru menyamakan tujuan dengan aktivitas pembelajaran. Kami mendapati setidaknya tiga alasan. Pertama, dengan kecerendungan baru yang menekankan pada asesmen performa, guru memandang performa sebagai tujuan. Alasan Kedua, sebagian guru menyamakan tujuan dengan aktivitas pembelajaran adalah aktivitas-aktivitas yang dapat diamati memungkinkan guru mengakses perkembangan siswa dalam mencapai tujuan-tujuan unit pelajaran ketika unit diajarkan. Alasan Ketiga, memang tidak ada perbedaan antara tujuandan aktivitas pembelajaran. Sebagian guru berpendapat bahwa aktivitas-aktivitas pendidikan mempunyai manfaat.
Kita perlu membedakan antara aktivitas dan tujuan pembelajaran. Perbedaan antar aktivitas dan tujuan pembelajarn ini penting. Aktivitas-aktivitas pembelajaran dapat diamati dan diceritakan, sementara pembelajaran tidak dapat diamati dan karenanya perlu dibuat kesimpulan tentangnya.Aktivitas-aktivitas pembelajaran memberi petunjuk untuk menempatkan tujuan-tujuan pembelajaran secara tepat dalam Tabel Taksonomi.
Pembelajaran juga memiliki asesmen-asesmen. Perbedaan teoritis antar asesmen formatif dan asesen sumatif tersebut, dala praktik pelaksanaannya, kedua asesmen ini juga berbeda. Asesmen formatif memberi informasi yang dibutuhkan guru dan siswa ketika unit pelajarannya diajarkan: bagi siswa, bagaimana cara mencapai tujuannya, dan bagi guru, keputusan pembelajaran apa yang harus dibuat. Sedangkan asesmen sumatif memberi data-data yang guru butuhkan untuk menentukan dan menjustifikasi nilai-nilai siswa. Oleh karena keputusan-keputusan ini "lebih penting" bagi individu siswa, data-datanya harus memiliki kualitas teknis yang tinggi. Apabila asesmen formatif berkaitan dengan asesmen sumatif, siswa lebih mampu menyelesaikan asesmen sumatif.
Secara umum, Tabel Taksonomi lebih relevan dengan asesmen sumatif ketimbang asesmen formatif, kecuali asesmen yang serupa sumatif digunakan untuk tujuan-tujuan asesmen formatif. Banyak guru yang menulis sketsa pembelajaran di atas berjibaku dengan asesmen-asesmen eksternal. Kita perlu memerhatikan asesmen eksternal sebagian karena konsekuensi-konsekuensi pentingnya bagi siswa, guru dan karyawan sekolah.Singkatnya, asesmen eksternal telah menjadi jalan hidup siswa, guru dan karyawan sekolah. Manakala menghadapi asesmen eksternal, guru sebaiknya menyoapkan dua tabel taksonomi: pertama, untuk merumuskan tujuan-tujuan untuk pembelajaran dan kedua, untuk menghadapi asesmen eksternal.
Asesmen dan tujuan juga harus di sesuaikan. Asesmen dan tujuan memang sengaja digunakan sebagai sub-judul bagian ini dengan alasan yang kuat. Akan tetapi, kami mendapati bahwa guru-guru kerap kali berada dalam situasi yang mengharuskan mereka menyesuaikan tujuan-tujuan pembelajaran mereka dengan asesmen-asesmen eksternal. ini pun berhubungan dengan Tabel Taksonomi, karena Tabel Taksonomi merupakan dasar untuk mempelajari tujuan dan asesmen.
Sekarang kita membahas tentang penyesuaian aktivitas-aktivitas pembelajaran dengan asesmen-asesmen. Seperti telah disebutkan terdahulu, aktivitas-aktivitas pembelajaran dan tugas-tugas asesmen bisa identik dalam hal subsansi dan bentuknya. Aktivitas pembelajaran dan tugas asesmen mempunyai fungsi-fungsi pokok yang berbeda. Manakala tugas-tugas asesmen dan aktivitas-aktivitas pembelajarannya tidak bersesuaian, guru tidak dapat memprediksi efektivitas aktivitas-aktivitas pembelajarannya yang tepat. Untuk Tabel Taksonomi disini sangatlah bermanfaat sebagai alat analisis. Dalam asesmen yang lebih tradisional, penempatan sebuah tujuan secara tepat dalam Tabel Taksonomi akan memberi petunjuk tentang tugas-tugas asesmen yang sesuai dengan tujuan tersebut.
Kesimpulan akhir menegaskan pentingnya mengecek kembali kesesuaian antara aktivitas dan tujuan. Bahwa dengan pengecekan terakhir ini dapat mengidentifikasi aktivitas-aktivitas pembelajaran yang tidak berkaitan atau kurang berkaitan dengan tujuan-tujuan unit pelajarannya. Kita harus mengetahui fungsi aktivitas-aktivitas pembelajaran dalam unit pelajaran sangat penting untuk menentukan aktivitas-aktivitas yang sepertinya tidak relevan tetapi memiliki fungsi-fungsi khusus yang tidak tergambar dalam Tabel Taksonomi.
Komentar akhir adalah bahwa kerangka pikir yang bermanfaat bagi guru ialah kerangka pikir yang memudahkan mereka menerjemahkan tujuan-tujuan yang abstrak jadi strategi-strategi pengajaran dan kemudian jadi aktivitas-aktivitas pembelajaran konkret yang membantu siswa mencapai tujuan-tujuan tersebut. Semua kerangka pikir, termasuk taksonomi pendidikan ini, merupakan abstraksi realitas dan menyederhanakan realitas untuk memudahkan kita memahami keteraturan dibalik realitas tersebut. Namun, taksonomi pendidikan ini menjadi sebuah perkecualianlangka dan masih banyak bagian dari Handbook ini yang perlu dipertahankan.
0 komentar:
Posting Komentar