Judul Buku : Pendidikan Karakter Untuk Guru
Pengarang : Nuraida, S.Ag. M.Si dan Rihlah Nur Aulia
Nuanza-Ok.blogspot.com
Foto diambil dari internet
RANGKUMAN
Strategi Pembinaan dan Pengembangan Karakter Bangsa bagi peserta didik
A.PengertianKarakter
Secara etimologis, karakter (character) berarti mengukir (verb) dan sifat-sifat kebajikan (noun). Secara konseptual, konsep karakter dapat diartikan sebagai usaha terus-menerus seorang individu atau mengelompok dengan berbagai cara untuk mengukir, mengembangkan, atau melembagakan sifat-sifat kebajikan pada dirinya sendiri atau pada orang lain.
Akar kata “karakter” juga dapat dilacak dari kata latin “Kharakter”, “Kharassein “, dan “xharax”, yang maknanya “ tool for marking”, “to engarave”, dan “pointed stake”. Kata ini mulai banyak digunakan (kembali) dalam bahasa Prancis “ carcter” pada abad ke -14 dan kemudian masuk dalam bahasa Inggris menjadi “character”, sebelum akhirnya menjadi bahasa Indonesia “karakter”.
Menurut Wynne (1991) kata karakter berasal dari Bahasa Yunani yang berarti “to mark” (menandai) dan memfokuskan pada bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Oleh sebab itu seseorang yang berperilaku tidak jujur, kejam atau rakus dikatakan sebagai orang yang berkarakter jelek, sementara orang yang berperilaku jujur, suka menolong dikatakan sebagai orang yang berkarakter mulia. Jadi istilah karakter erat kaitannya dengan personality (kepribadian) seseorang, dimana seseorang bisa disebut orang yang berkarakter ( a person of character) jika tingkah lakunya sesuai dengan kaidah moral.
Dalam banyak literatur tentang karakter ditemukan beragam istilah untuk menyebut hal yang sama. Megawangi dan Josephon et.al., menyebut karakter, sedangkan Popov et.al., Unell dan Wyckoff, dan Bernett menyebutnya dengan istilah Virtues Rich menggunakan istilah Mega Skill untuk menyebut hal yang sama, sedangkan Tillman dan Hsu menggunakan istilah Living Values.
Menurut Kamus besar Bahasa Indonesia, karakter mempunyai pengertian sifat-sifat kejiwaan; tabiat, watak, perangai, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Berkarakter artinya berkepribadian; bertabiaat dan berwatak.
B. Ragam Karakter
Perangkat karakter bisa digali, dikritalisasikan, dan dirumuskan dengan penggunaan berbagai sumber, antara lain :
(1). Filosofis, Agama, Pancasila, UUD 1945 dan Undang-undang no.20 tahun 2003 beserta perundangan-perundangan turunannya,
(2). Pertimbangan teoritis-teori tentang otak (brain theories), psikologis (cognitive development theories, learning theories, theories of personality) pendidikan (theories of instruction, educational management, curriculum theories), nilai dan moral (axiology, moral development theories), dan sosial-kultural (school culture, civic culture);
(3) pertimbangan empiris berupa pengalaman dan praktek terbaik ( kelompok cultural dan lain- lain. (Kemdiknas, 2010: 11-12)
Nilai Budaya
Beberapa contoh lain yang disarikan dari nilai budaya utama atau unggulan, yang dapat dijadikan karakter dan pekerti bangsa: ketaqwaan, kearifan, keadilan, kesetaraan, harga diri, percaya diri, harmoni, ketertiban, kemandirian, kepedulian (solidaritas, tolong-menolong, ramah) kerukunan (kebersamaan, musyawarah-mufakat), ketabahan, kreativitas, kompetitif, kerja keras keuletan, kehormatan, kedisiplinan dan keteladanan.
Nilai Agama Islam
Nabi Muhammad sawa memiliki 4 karakter yang terkenal yaitu: Siddiq, amanah, tabligh, Fatonah.
1. Siddiq (Honest-jujur): berkata benar, satu kata, satu perbuatan, taat azas, menepati janji, mandiri, penuh syukur, taat beribadah.
2. Amanah ( Trustable-dipercaya) : bertanggung jawab, disiplin, rendah hati, ikhlas, adil, dermawan, kasih sayang
3. Tabligh (reliable- komunikatif) : percaya diri, menghargai waktu
Menghargai pendapat orang lain dan lapang dada, kepedulian, kerja sama, saling menghormati, toleransi, berani ambil resiko, senang silaturahmi
4. Fathonah (Smart-Cerdas): keberanian, menaati peraturan, bekerja keras, kreatif, Inovatif, reasoning, arif (wise).
Sumber : (makalah, Husni Rahim, 2010)
Virtues Project Educator’s Guide
The Virtues Project Educator’s Guide Inc menggambarkan character dalam sebatang pohon yang mana buah-buahnya disebut sebagai karakter. Antara lain: Assertiveness, Caring, Cleanliness, commitment, compassion, confidence, consideration, cooperation, courage, courtesy, creativity, detachment, determination, diligence, enthusiasm, excellence, flexibility, forgiveness, friendliness, helpfulness, honesty, honor, humility, idealisme, Integrity, joyfulness, Justice, kindness, love, loyality, moderation, modesty, orderliness, patience, peacefulness, perseverence, purposefulness, reability, respect, responsibility, self-dicipline, service, tact, thankfulness, tolerance, trust, trustworthiness, truthfulness, understanding, unity.
Lima Nilai Universal
1.Caring (Kindness, empathy, sharing, gratitude)
2. Responsibility (dependability, accountability, self discipline, duty)
3. Citzenship (cooperation, law abiding, democratic, civic duty, service)
4. Integrity (honesty, courage, fairness, trust)
5. Respect (honor, civility, appreciation, esteem)
Berdasarkan ragam karakter yang tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa karakter bukan hanya pengajaran sopan santun, tetapi memiliki arti yang sangat luas antara lain : kecerdasan, percaya diri, berani, jujur, kerja keras, patuh aturan dan lain-lain.
C. Karakter Bangsa
Dalam kebijakan Nasional (2010: 7) karakter diartikan nilai-nilai yang khas baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang terperi di dalam diri dan terkejewantahkan dalam perilaku.
Karakter bangsa adalah kualitas perilaku kolektif kebangsaan yang khas baik yang tercermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa karsa, dan perilaku berbangsa dan bernegara sebagai hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa serta olah raga seseorang atau sekelompok orang.
Karakter bangsa Indonesia akan menentukan perilaku kolektif kebangsaan Indonesia yang khas baik yang tercermin dalam kesadaran, pemahaman, rasa, karsa dan perilaku berbangsa dan bernegara Indonesia yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila, norma UUD 1945, keberagaman dengan prinsip Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen terhadap NKRI.
Berdasarkan rumusan tersebut maka fokus pendidikan karakter diarahkan pada tiga tataran besar :
1. Untuk menumbuhkan dan memperkuat jati diri bangsa
2. Untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
3.Membentuk manusia dan masyarakat Indonesia yang berakhlak mulia dan bangsa yang bermartabat.
Rumusan Karakter Bangsa
Tim Kerja Filosofi Pendidikan yang dibentuk oleh Diknas, Bapenas dan Work Bank (1999) pernah merumuskan karakter bangsa Indonesia ke depan yang terdiri dari 5 indikator masyarakat madani Indonesia, yaitu:
1. Masyarakat yang demokraktis dalam kehidupannya (democratization)
2. Masyarakat yang mampu menegakkan keadilan dan hukum (low enforcement)
3. Masyarakat yang setiap anggotanya memiliki kebangaan diri baik secara individual maupun kolektif
4. Masyrakat yang toleran sehingga dapat menerima dan member di dalam perbedaan budaya (multicultural)
5. Masyarakat yang mendasarkan diri pada kehidupan beragama dalam pergaulannya (religionisme)
Tim kebudayaan yang dibentuk oleh Depdiknas (2000) juga pernah merumuskan karakter bangsa baru bangsa Indonesia ke depan yang terdiri delapan Indikator masyarakat madani Indonesia.
1. Masyarakat yang adil dan sejahtera
2. Masyarakat yang demokratis dan toleran
3. Masyarakat yang tertib dan teratur
4. Masyarakat yang mandiri dan bertanggung jawab
5. Masyarakat yang setara dan bersama
6. Masyarakat yang memiliki integritas dan tahanbudaya
7. Masyarakat yang religious dan berbudi pekerti
8. Masyarakat yang dinamis dan berorientasi kedepan
D. STRATEGI PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN KARAKTER BAGI PESERTA DIDIK
Karakter dapat dikembangkan pengalaman belajar (learning experiences) dan proses pembelajaran yang bermuara pada pembentukan karakter dalam diri individu peserta didik. Proses ini dilaksanakan melalui proses pembudayaan dan pemberdayaan sebagaimana digariskan sebagai salah satu prinsip penyelenggraan pendidikan nasional.
Proses ini berlangsung dalam tiga pilar pendidikan yakni dalam satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat. Dalam masing- masing pilar pendidikan yakni akan ada dua jenis pengalaman belajar (learning experiences). Dalam intervensi dan habituasi. Dalam intervensi dikembangkan tujuan pembentukan karakter dengan menerapkan kegiatan yang tersetruktur (structured learning experienses).
Agar proses pembelajaran tersebut berhasil guna peran guru sebagai sosok anutan (rule model) sangat penting dan menentukan. Sementara itu dalam habituasi diciptakan situasi dan kondisi ( persistent- life situation), dan penguatan (reinforcement) yang memungkinkan peserta didik pada satuan pendidikannya, dirumahnya, di lingkungannya masyarakatnya membiasakan diri berperilaku sesuai nilai dan menjadi karakter yang telah diinternalisasikan dan dipersonalisasikan dari dan melalui peroses intervensi. Proses pembudayaan dan pemberdayaan yang mencakup pemberian contoh, pembelajaran, pembiasaan, dan penguatan harus dikembangkan secara sistemik, holistik, dan dinamis.
1. Kegiatan belajar mengajar di kelas
Dalam kegiatan mengajar di kelas pengembangan nilai/ karakter dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan terintegrasi dalam semua mata pelajaran (embedded approach). Pembelajaran yang mendidik dikonseptualisasikan sebagai pembelajaran yang mengandung Double Helix Effect, yang melahirkan dampak instruksional dan nurturan dalam penguatan karakter. Proses pendidikan akan melibatkan ragam aspek perkembangan peserta didik baik kognitif, konatif, afektif maupun psikomotorik sebagai suatu keutuhan (holistic) dalam kontek kehidupan kultural. Proses pembelajaran yang membangun karakter bukanlah proses linier, seperti bidang studi lainnya. Pengembangan karakter harus menyatu dalam proses pembelajaran yang mendidik, yang disadari oleh guru sebagai tujuan pendidikan, yang dikembangkan dalam suasana pembelajaran yang transaksional dan bukan instruksional dan dilandasi pemahaman secara mendalam terhadap perkembangan peserta didik.
Suasana pembelajaran ini akan menumbuhkan nurturan effect pembelajaran yang memperkuat karakter, soft skill dan sejenisnya seiring dengan perkembangan pengetahuan dan ketrampilan yang dikembangkan dalam pembelajaran itu sendiri.
Khusus, untuk mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Kewarganegaraan, pengembangan karakter harus menjadi focus utama dan dapat menggunakan berbagai strategi / metode pendidikan nilai (value/ character education). Untuk kedua mata pelajaran tersebut nilai karakter dikembangkan sebagai dampak pembelajaran (instructional effect) dan juga dampak pengiring (nurturant effects). Sementara itu untuk mata pelajaran lainnya, wajib dikembangkan kegiatan yang memiliki dampak pengiring (nurturant effect) berkembangnya nilai/karakter dalam diri peserta didik.
2. Kegiatan keseharian dalam bentuk budaya satuan pendidikan (School Culture)
Dalam lingkungan satuan pendidikan di kondisikan agar lingkungan fisik dan sosio-kultural satuan pendidikan memungkinkan para peserta didik bersama dengan warga satuan pendidikan lainnya terbiasa membangun kegiatan keseharian di satuan pendidikan yang mencerminkan terwujud karakter.
Contoh : misalnya pengalaman sekolah INSTITUTE OF SATHYA SAI EDUCATION INDONESIA
Membangun Kerjasama Sekolah melakukan kerja dengan orang tua dalam mendidik anak-anak. Di sekolah ini orang tua berperan untuk membantu membersihkan sekolah. Setiap hari secara bergiliran orang tua datang untuk membersihkan sekolah, memasak, dan menjaga sekolah. Sekolah ini tidak ada penjaga sekolah. Peserta didik, orang tua dan yayasan bekerja sama untuk mendidik sesuai dengan kapasitas masing-masing. Ada beberapa hal yang saya catat disini:
1. Sekolah ini sangat terjaga bersih mulai dari halaman depan, aula, ruang kelas dan setiap ruang yang kita kunjungi.
2. Anak-anak di sekolah ini memiliki kemampuan belajar yang lebih cepat karena memiliki jiwa yang bersih dan tulus:
Karakter ini dibangun dengan cara :
1. Duduk hening, anak-anak belajar mengendalikan pikiran dan membiasakan berpikir positip
3. Peserta didik sudah terbiasa hidup bersih dan saling menyayangi sesama
Beberapa tulisan dalam ukuran besar tertulis di dindingsekolah. :
Kasih sayang adalah membantu dan menolong oranglain.
Menyayangi teman Belas kasih
Mudah bergaul dengan orang lain
Suka member suka memaafkan
Menjaga kesehatan Tidak egois
3. Kegiatan ko-kurikuler / ekstra kurikuler
Dalam kegiatan ko-kurikuler, yakni kegiatan belajar di luar kelas yang terkait langsung dengan suatu materi dari suatu mata pelajaran, seperti kegiatan Dokter Kecil, Palang Merah Remaja, Pencinta Alam pengembangan bakat dan minat perlu dikembangkan proses dan penguatan (reinforcement) dalam rangka pengembangan nilai/ karakter.
4. Kegiatan keseharian di keluarga dan masyarakat.
Diupayakan agar terjadi proses penguatan dari orang tua/wali serta tokoh-tokoh masyarakat terhadap perilaku berkarakter mulia yang dikembangkan di satuan pendidikan menjadi kegiatan keseharian di rumah dan lingkungan masyarakat masing-masing.
Nilai yang diperoleh:
•Begrateful to Allah
•Respect thefarmer
•Notwaste bfood
• Take out our bad qualities to become agoodperson
• Be humble like a paddy.
Paddy grow in the mud but become precious white rice
E. Cara integrasi karakter dalam mata pelajaran PAI :
1.Analisis standar isi
2.Pelajari Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar dan Tujuan yang ingin dicapai dalam sebuah pokok bahasan.
3.Pelajari Materi dengan baik
4. Temukan karakter apa yang terdapat didalamnya
5. Integrasikan karakter yang anda temukan ke dalampokokbahasananda.
6. Aplikasikan karakter tersebut pada peserta didik anda (keteladanan)
7. Perkuat dukungan dengan pihak sekolah dan orang tua.
Pendidikan Karakter dengan Metode Sentra
Mengawali tahun 2013, akhirnya IGI Bekasi kembali menunjukkan taringnya. Hari ini, 27 Januari 2013, perdana di tahun 2013, IGI Bekasi mengadakan seminar yang bertajuk "Pendidikan Karakter dengan Metode Sentra". Pembicara kali ini adalah Bapak Yudhistira Massardi beserta istri, Ibu Siska Yudhistira Massardi. Mereka adalah penulis buku dengan judul yang sama.
Metode sentra ini pertama kali diperkenalkan oleh ibu Wismi, pendiri Sekolah Al Falah di Ciracas. Ibu Wismi sendiri mengadopsi metode ini dari buku karya Dr. Pamela Phelps yang berjudul "Beyond Center and Circle Time". Dengan mendatangkan langsung Pamela dari USA, Sekolah Al Falah mendapatkan pelatihan langsung mengenai metode sentra ini. Setelah hampir satu tahun pelatihan dan percobaan, barulah Sekolah Al Falah siap menerapkan metode sentra ini di sekolah mereka.
Sebenarnya apa yang membedakan metode sentra dengan metode yang banyak digunakan saat ini di banyak sekolah?
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, mari kita menilik dulu berbagai hasil penelitian mengenai perkembangan anak-anak.
Dalam bukunya "All I Really Need To Know I Learned in Kindergarten", Robert Lee Fughum mengumpulkan beberapa hal yang ia dapat selama menjalani proses belajar di taman kanak-kanak, yaitu:
berbagi, jujur, tidak pukul teman, kembalikan barang-barang ke tempat semula, buang sampah pada tempatnya, minta maaf, cuci tangan sebelum makan, siram WC, kue hangat dan susu dingin, hidup seimbang, tidur siang, kelak kamu keluar dunia berpegangan tangan.
Golden Age, atau masa emas anak-anak terjadi pada usia anak 0 hingga 7 tahun. Menurut penelitian, tingkat kecerdasan anak-anak dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa yang dialaminya saat ia masih di dalam kandungan. Besaran pengaruhnya bisa mencapai 3 kali lipat dibandingkan ketika anak sudah keluar dari rahim.
Untuk itu banyak sekali para ibu hamil yang menstimulus hal-hal positif terhadap janin yang dikandungnya dengan memperdengarkan musik klasik, lantunan ayat-ayat suci al quran, dll. Tentu emosi ibu sangat mempengaruhi emosi anak selama dalam kandungan.
Menurut, Charles Wolfgang, dalam bukunya "Child Guidance Through Play", ada 3 jenis permainan yang mampu merangsang kecerdasan anak, yaitu: (1) Main Sensorimotor atau Fungsional, (2) Main Peran (makro dan mikro), (3) Main Pembangunan (Bersifat cair dan terstruktur).
Maka, sebenarnya, orang-orang jaman dahulu telah sangat mempertimbangkan kebutuhan bermain bagi perkembangan jiwa anak-anak, dengan banyak jenis permainan yang diciptakan. Mulai dari main galasin (geroba sodor), main karet, main petak umpat, dll. Sayangnya, permainan-permainan ini dianggap kuno dan modern dan tergeser oleh perkembangan teknologi mutakhir dengan game komputer dan sejenisnya.
Menilik dari beberapa penelitian di atas, maka kita harus bisa menemukan metode yang tepat untuk bisa mengembangkan kecerdasan anak sesuai porsinya. Metode sentra merupakan salah satu yang bisa kita lakukan. Sebenarnya, metode ini tidak jauh berbeda dengan metode tematik yang saat ini digunakan di banyak sekolah. Bedanya terletak pada pengkhususan masing-masing sentra, ketimbang menyatukannya dalam satu waktu.
Ada 6 pakem dalam pelaksanaan metode sentra ini, yiatu:
1. Tema
Materi ajar dikemas dalam satu tema, agar: (a) seluruh materi dapat diberikan secara penuh, (b) pembelajaran menjadi efektif dan efisien dimana proses dapat terukur secara waktu, terukur secara materi, materi dapat dipilih yang dekat dengan anak dan diberikan secara kongkrit.
Merupakan fitrah anak memiliki sifat eksploratif. Mereka belajar menemukan sesuatu dengan trial dan error. Misalnya: anak menumpahkan air dari botol, lalu air itu disentuh dan diacak-acaknya. Disini anak sedang belajar merasakan air secara nyata dengan sentuhannya. Tapi apa yang umumnya dilakukan oleh para orang tua, terutama ibu, mereka akan bilang "adek, koq airnya ditumpahin, basah deh meja/lantainya!" Dan dengan sigap bak pesulap, si ibu langsung mengambil lap, dan "voila" air disulap menjadi kering. Padahal, dibandingkan menjadi pesulap, ibu akan lebih baik mengajarkan anak dengan berkata "adek, kalau meja/lantainya basah, dikeringkan dengan lap ya?" Maka disini, anak akan belajar bahwa untuk mengeringkan sesuatu yang basah itu butuh lap, dan juga belajar bertanggung jawab bahwa setelah ia menumpahkan air, ia harus mengelapnya.
Jadi dalam proses belajar itu, pondasi utamanya adalah HAPPY. Ini berlaku kepada seluruh jenjang pendidikan. Anda perhatikan ketika siswa anda tidak respon terhadap apa yang anda lakukan, dipastikan pelajaran kita pasti membosankan.
KIta pun harus sudah mulai mengubah kebiasaaan pikiran kita yang berkata "hari ini ngajar apa ya?" dengan ucapan "kita belajar apa dari anak-anak hari ini?"
2. Sentra
Setelah tema, kita harus memiliki sentra-sentra sebagai inti dari pembelajaran dengan metode sentra ini. Ada tujuh sentra yang sebaiknya diterapkan. (Di sekolah Batutis sendiri, sekolah gratis asuhan Bapak Yudhistira dan Ibu Siska ini, baru enam yang bisa diterapkan).
Ketujuh sentra tersebut adalah:
(a) Sentra Persiapan (keaksaraan dan calistung), (b) Sentra Seni (kreatifitas, imajinasi, motorik halus dan kasar), (c) Sentra Bahan Alam (sains, sensori motor), (d) Sentra Balok (konstruksi, geometri, akurasi, keseimbangan), (e) Sentra Imtaq (ritual, dasar-dasar keberagamaan), (f) Sentra Main Peran Besar (profesi), (g) Sentra Main Peran Kecil (menjadi dalang).
Dalam setiap menyampaikan materi, perhatikan bahasa dan suara guru. Kita wajib menggunakan bahasa baku yaitu yang mengandung susunan subjek, predikat, objek, keterangan (SPOK). Hal ini untuk menumbuhkan kecintaan pada bahasa Indonesia dan membentuk karakter bangsa yang cinta bahasanya sendiri. Suara guru pun perlu diperhatikan.
Guru tidak boleh berteriak. Karena suara yang melebihi batas normal, akan memicu syaraf otak untuk bereaksi dengan keras juga. Pada kasus anak-anak tertentu, bisa terjadi tantrum. Untuk itu suara harus selalu stabil. Dan yakinlah bahwa anak mendengar suara stabil kita.
Prinsip-prinsip pelaksanaan kegiatan di sentra adalah: SAY (guru menjelaskan – anak merespon), SHOW (guru memperlihatkan gambar, benda, dll), CHECK (guru memastikan konsep-konsep yang diterima anak itu BENAR melalui penuturan ulang (recalling) dan pengamatan hasil karya anak.
3. Circle Time
Semua kegiatan dilakukan dalam posisi duduk melingkar, agar tercipta suasana sejajar antara anak dengan guru. Dengan circle time ini juga kita dapat menatap anak satu per satu dengan leluasan tanpa ada batas dan jarak
4. Non-Direct Teaching
(a) Guru tidak berdiri di depan kelas dengan kapur dan papan tulis (=> guru duduk di lingkaran bersama anak-anak), (b) Guru tidak memberikan informasi secara langsung dan satu arah (=> guru bercerita dan membangun interaksi aktif dengan anak), (c) Guru tidak bersikap sebagai "pengajar" bagi anak.
5. Discipline with Love
Guru dilarang melakukan 3 M: Dilarang "Melarang", Dilarang Menyuruh, Dilarang Marah. Tentu hal ini dilakukan sesuai peraturan, dan setiap peraturan dilaksanakan dengan tegas disesuaikan dengan tahap perkembangan anak.
Guru dilarang Melarang => Agar anak menjadi berani bertindak dan berpendapat.
Guru dilarang Menyuruh => Agar anak memiliki inisiatif.
Guru dialarang Marah => Agar tidak kehilangan akal sehat.
6. Kurikulum Individu.
Anak dinilai berdasarkan perkembangan diri masing-masing.
Itulah sekilas tentang pendidikan karakter dengan metode sentra.
Sesuatu yang sekilas tentu belum bisa dijadikan ilmu mendalam yang bisa membuat kita puas. Untuk itu pelatihan yang mendalam dan menyeluruh sangat diperlukan untuk bisa mendalami metode sentra ini. Sekolah Batutis terbuka bagi siapa saja yang berminat untuk mengadopsi metode ini dengan fee yang terjangkau bagi para peminat.
Semoga sedikit tulisan ini mampu membuka mata hati kita tentang pentingnya pendidikan karakter dan mencari metode yang paling tepat untuk bisa membentuk karakter anak bangsa yang baik.
0 komentar:
Posting Komentar